Deja vu, jamais vu, presque vu (part 1)

Suatu hari saya bertemu kawan saya di sebuah kafe di plaza semanggi. Kami mengobrol panjang soal perkembangan dunia training dan hypnotherapy di Indonesia sekaligus nostalgia karena sudah lama tidak bertemu. Tiba-tiba kawan saya berkata "wah saya merasa pernah duduk di sini, ngobrol di sini dengan kata-kata yang persis seperti ini." Apakah ini sebuah kemampuan membaca masa depan kawan saya?

Hal yang terjadi di atas adalah apa yang sering orang bilang sebagai Deja vu. Kata ini berasal dari bahasa Perancis yang artinya "telah melihat". Mereka yang mengalami Deja vu merasa diri mereka seakan-akan pernah mengalami kejadian yang sama sebelumnya padahal kejadian tersebut tidak pernah terjadi di masa lalu.

Edward B, Titchener dalam bukunya adalah sebuah kejadian yang disebabkan karena seseorang melihat sekilas sebuah obyek atau sebuah kejadian, sebelum otak kita selesai mengkontruksi kesadaran penuh atas kejadian tersebut sehingga menciptakan sebuah perasaan mengenal kejadian tersebut.

Clearey seorang psychologist dalam penelitiannya menyatakan bahwa Deja vu merupakan sebuah kejadian yang ilmiah. Ia menjelaskan mengenai fungsi memori yang bernama recognition memory (ingatan). Recognition memory ini membiarkan kita untuk mengetahui apakah apa yang kita lihat, dengar dan rasakan telah kita lihat, dengar dan rasakan sebelumnya atau tidak.

Otak kita mengingat dengan dua cara yaitu rekoleksi (recollection) dan  familiarity. Pikiran kita mengingat secara rekoleksi bila kita dapat dengan jelas mengetahui kapan kita melihat hal tersebut sebelumnya. Misalnya saat kita melihat seseorang di mall dan kita tahu kita pernah berkenalan dengan dia minggu lalu di lift.

Sedangkan familiarity seperti anda melihat seseorang yang sepertinya anda pernah liat sebelumnya, namun anda lupa di mana anda bertemu dengannya. Deja vu oleh Clearey dikatakan sebagai bentuk dari pengenalan bersifat familiarity.

Dalam konsep ini Deja Vu mungkin terjadi karena banyaknya aspek dalam sebuah kejadian yang mirip dan terasosiasi dengan kejadian lain di masa lalu baik apakah kejadian itu memang mirip seperti itu ataukah kejadian tersebut terkonstruksi ulang di ingatan kita sehingga hasilnya mirip dengan kejadian masa kini.

Pada penelitian di MIT's Picower institute for learning and memory Thomas McHugh dan koleganya menyatakan bahwa mereka menemukan penyebab sesungguhnya dari fenomena deja vu ini. Mereka melakukan percobaan atas fungsi sirkuit 'pattern completion' yang merupakan kemampuan manusia untuk mengingat sesuatu hal hanya dengan sebuah petunjuk kecil saja.

Contohnya saat sedang menghitung cashflow saya menemukan bahwa ada kekurangan 200 ribu yang tidak tercatat dan saya lupa saya pakai untuk apa uang tersebut. Tiba-tiba di televisi terdengar suara "menyumbang" lalu saya langsung teringat kejadian tadi siang dimana ada sekumpulan mahasiswa datang meminta sumbangan untuk yayasan kanker.

menggunakan fenomena 'pattern completion' ini McHugh dan kawan-kawannya berasumsi bahwa ada gen yang mengatur 'pattern separation' atau gen yang membedakan sebuah pattern dalam otak. Untuk menyelidiki  hal tersebut maka mereka menggunakan tikus percobaan yang telah diubah secara genetika sehingga tidak memiliki fungsi pattern separation.

Tikus tersebut pun ditaruh dalam sebuah labirin dan di ujung labirin diletakkan sebuah tempat kotak berwarna hitam. Saat seekor tikus sampai ke kotak hitam tersebut maka tikus itu akan terkena kejutan listrik yang menyebabkan tikus itu kaget dan terdiam. Tikus yang telah ubah genetikanya mengalami prosedur itu, lalu ia diletakkan pada labirin yang sama dengan kotak yang sama namun tanpa kejutan listrik.  Alhasil saat tikus itu mencapai kotak tersebut ia terdiam. Dan setelah dicoba berkali-kali tikus itu tetap seakan-akan terkejut listrik di kotak tak berlistrik itu. Berbeda dengan tikus biasa yang dengan cepat menyadari hal tersebut.

Sirkuit otak inilah yang juga menyebabkan deja vu. Dikatakan bahwa sirkuit yang mengatur pattern separation kadang macet sehingga menyebabkan pengalaman yang 'mirip' menjadi seakan-akan 'sama'. Orang biasa tidak mengalami ini sesering orang yang memiliki epilepsi. kekejangan epilepsi meliputi penembakan acak dari neuron yang berada pada lobus temporal, yang juga meliputi hippocampus.

Tonegawa dan McHugh mengatakan bahwa pada masa depan saat kita lebih mengerti mengenai  Hippocampus, maka mungkin bisa diciptakan obat yang dapat meningkatkan kinerja pattern-recognition, yang dapat membantu mereka yang ketakutan karena suatu kejadian yang mirip dengan kejadian buruk di masa lalu. Namun, tentunya obat ini jangan sampai berlebihan sampai menciptakan kebalikan dari Deja vu yaitu Jamais vu...

Bersambung,

Windalfin

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | GreenGeeks Review