Is it good being good?


Sebuah pertanyaan dilontarkan di status facebook seorang teman saya bertanyakan: Apakah baik menjadi baik? Pertanyaan ini membuat saya sedikit berfikir dan kemudian langsung bertanya-tanya. Apakah benar baik untuk manjadi baik, ataukah kadang-kadang baik itu jangan-jangan malah buruk? Bahkan dalam ranah positive psychology yang meneliti tentang bagaimana membuat hidup yang baik menjadi lebih baik menyatakan bahwa hal seperti memaafkan, bersyukur, bersemangat dalam kehidupan sehari-hari baik untuk diri kita. Tidak lupa untuk memiliki pandangan positif mengenai masa depan kita yang akan membuat kita menjadi lebih bahagia. Apakah ini benar?

Sayangnya jawabannya tidak sesimple itu. Benar adanya pemikiran positif akan masa depan kadang mampu memberikan kebahagiaan bagi diri kita, sayangnya hal ini bukanlah hal yang baik bila anda sedang mempertimbangkan untuk berinvestasi dalam sebuah bisnis. Benar adanya tindakan memaafkan merupakan tindakan yang pada umumnya baik, Namun hal ini tidak berlaku bila orang yang kita maafkan terus mengulangi kesalahan yang sama.

Karena kita semua ingin bebas dari duka, maka apa yang dapat kita lakukan untuk merasa lebih baik? Dalam artikel Amie Gordon yang mengutip Mcnulty dan Fincham dalam "How do we take the positive out of positive psychology?" Dikatakan bahwa ada baiknya kita tidak menganggap sikap "positif" seperti baik hatisebagai sikap yang selalu baik untuk orang lain. Melainkan kita perlu melihat lebih dalam seperti kapan, di mana, untuk siapakah sikap baik hati bisa membantu mereka untuk menjadi lebih bahagia dan sehat. Mereka menyarankan tiga pendekatan yang sedikit saya ubah:

  1. Melihat konteks: Sebuah sifat "positif" dalam satu konteks belum tentu positif dalam konteks lainnya. Bahkan bisa saja sifat tersebut bisa membahayakan kebahagiaan kita. Misalnya bila kita memiliki pasangan yang kadang lupa mematikan lampu, maka memaafkan dia bisa saja meningkatkan hubungan kita, apalagi bila dia tahu bahwa dia salah. Sedangkan dalam konteks lainnya bila kita memiliki pasangan yang sering meremehkan kita di depan teman-temannya dan tidak merasa bersalah melakukan hal tersebut. Maka sikap memaafkan bukanlah jalan yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan ini. 
  2. Melihat siapa yang kita bicarakan: Tidak semua orang atau semua pekerjaan akan berjalan baik dengan sifat "positif". Seorang klien saya anggap namanya Indra adalah pengusaha sukses. Ia datang ke ruang terapi bukan karena kemauan dia melainkan karena diminta oleh pasangannya karena mereka merasa bahwa ia tidak mau bersifat optimisme dan sudah menolak banyak usaha yang ditawarkan padanya. Dia membicarakan dengan saya bahwa dia bukannya seorang yang melulu pesimis, melainkan dia mengevaluasi peluang dan resiko dari bisnis tersebut dan merasa bahwa resikonya lebih besar daripada peluang. Saya sebagai seorang investor juga setuju pada pandangan tersebut bahwa kadang negative thinking merupakan sifat yang penting bagi pengusaha untuk melihat peluang dan resiko sebuah investasi.
  3. Lihat jangka panjang: Bila orang tua memiliki anak yang doyan makan dan tahu bahwa anaknya sudah makan terlalu banyak namun orang tua tersebut memilih untuk terus membiarkan anaknya makan karena kalau diminta berhenti anaknya akan ngambek, mungkin akan merasa gembira karena menghindari konflik. Namun, dalam jangka panjang saat anak itu kelebihan berat badan, anak tersebut belum tentu puas akan kesehatan yang dimilikinya atau bentuk tubuhnya.
Sekarang ini buku-buku motivasional banyak membicarakan tentang penting berfikir positif, menjadi lebih baik hati, menjadi lebih memaafkan. Hal ini tidaklah buruk, namun dengan mengetahui bahwa tindakan seperti memaafkan dan kebaikan hati bukan berarti hal yang baik untuk setiap orang. Maka kita perlu menjadi lebih hati-hati dalam memilih tindakan kita. Kita harus menjadi lebih skillful sehingga bisa memilih kapan hal "positif" mampu menghasilkan buah yang baik.
Saya akan mengakhiri dengan sebuah cerita:
Suatu hari Buddha bertanya kepada murid Sariputta:
"Sariputta, anggaplah di sebuah kota dalam sebuah negara ada seorang yang sangat kaya. Ia masih muda dan kekayaannya tidak dapat diukur. Ia memiliki banyak tanah, rumah dan pelayan. Rumahnya begitu besar dan luas, namun hanya memiliki sebuah gerbany. Banyak sekali orang yang hidup di rumah tersebut- seratus, dua ratus, atau mungkin lima ratus orang hidup di rumah tersebut. Balai rumah dan kamarnya sudah tua dan mulai membusuk, temboknya rapuh, pilar-pilar yang berada di dasar rumahnya tidak lagi seimbang. Tiba-tiba saat itu terjadi kebakaran besar yang memakan seluruh rumah tersebut. Anak dari orang kaya tersebut ada sepuluh, dua puluh, atau bahkan tiga puluh anak, ada di dalam rumah tersebut. Saat orang kaya tersebut melihat api yang melahap rumahnya, ia terkejut dan merasa takut dan berfikir dalam hati, saya dapat kabur dengan selamat melewati pagar yang terlahap api tersebut, Namun anak-anak saya ada di dalam rumah sedang bermain, tidak sadar akan api yang mendekati mereka. penderitaan dan rasa sakit mendekati mereka, namun pikiran mereka tidak sadar akan hal itu dan tidak mencoba untuk kabur."
"Sariputta, orang kaya ini berfikir, saya memiliki tubuh yang cukup kuat. Saya bisa membungkus mereka dengan jubah atau menaruh mereka di sebuah bangku dan membawa mereka keluar dari rumah. Dan sekali lagi ia berfikir, rumah ini hanya memiliki satu gerbang, dan lagi gerbang itu kecil dan sempit. Anak saya masih sangat muda, mereka tidak mengerti, dan mereka sangat suka bermain, saking asiknya bermain mereka kemungkinan besar akan terbakar oleh api. Saya harus menjelaskan mengapa saya takut dan khawatir. Rumah ini sudah terbakar dan saya harus membawa mereka keluar tanpa membuat mereka terbakar! Berfikir sekali lagi, ia mengikuti rencananya dan memanggil semua anaknya, dan berkata "Kalian harus segera keluar sekarang!" Sayangnya anak-anak tersebut terlalu fokus pada permainan mereka dan tidak menghiraukan ayahnya. Mereka tidak khawatir, tidak takut dan tidak terpikirkan untuk keluar dari rumah. Lebih lagi mereka tidak mengerti apa itu api, apa itu rumah, dan apa itu bahaya. Mereka terus fokus pada permainan mereka dan tidak menghiraukan himbauan ayah mereka."
"Saat itu orang kaya itu berpikir: rumah ini sudah terbakar oleh api besar. Jika saya dan anak-anak saya tidak keluar segera, kita pasti akan terbakar. Saya harus memikirkan sebuah cara yang ahli (skillful) untuk membawa mereka ke tempat yang aman. Sang ayah mengerti anak-anaknya dan tahu mainan apa saja yang disukai anak-anaknya. Dan ia berkata pada mereka, "Semua permainan yang kalian miliki sangat langka dan sulit dicari. Jika kamu tidak ambil saat kamu bisa, kamu akan menyesal di kemudian hari. Misalnya , mainan seperti gerobak kambing, gerobak rusa dan gerobak sapi. Mereka ada di luar pagar sekarang di mana kamu bisa memainkannya. Jadi kamu harus keluar dari rumah yang terbakar ini segera. Lalu apapun yang kamu mau, Aku akan berikan semuanya padamu!' "
"Saat itu juga, anak-anak tersebut mendengar apa yang dikatakan ayahnya mengenai mainan langka tersebut, dan hal itu merupakan apa yang mereka inginkan, mereka langsung lari dengan cepat keluar dari rumah yang terbakar itu. Sang ayah pun menghadiahkan anak-anaknya dengan sebuah kereta berhiaskan permata yang ditarik oleh sapi putih."
Saat Sang Buddha bertanya kepada Sariputta apakah sang ayah telah bersalah atas kebohongannya, ia menjawab.
"Tidak, Buddha. Orang kaya ini hanya mencari dan menggunakan cara yang memungkinkan anak-anaknya untuk keluar dari api dan menyelamatkan hidup mereka. Ia tidak melakukan kebohongan. Mengapa saya mengatakan ini? Karena saat mereka dapat mempertahankan hidup mereka, lalu mereka mendapatkan permainan yang dijanjikan, Dan mereka dengan sebuah tindakan yang bijaksana telah diselamatkan dari rumah yang terbakar!"

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | GreenGeeks Review